Rabu, 19 November 2008

Diskotik, DJ, Jins dan Cinta Maldini

Diskotik, DJ, Jins dan Cinta Maldini

Jangan heran jika anda pergi ke Kota Milan, Italia, kemudian mampir ke sebuah kafe atau diskotik melihat Paolo Maldini asyik memutar-putar piringan hitam. Beraksi sebagai disc jockey (DJ), ikut mengiringi musik yang berdentam-dentam.Jika itu terjadi, maka merupakan kesempatan luar biasa. Sebab, Maldini memang mulai amat jarang menjadi DJ di diskotik. Dia lebih sering melakukannya di sebuah stasiun radio di Milan. Itu pun juga semakin langka. Dia juga berkunjung ke tempat hiburan seperti itu lebih sering sekadar melepas lelah.Di saat senggang, Maldini memang suka ke kafe atau diskotik. Tapi jangan salah kira, dia bukan tipe lelaki hidung belang yang suka mengobral cinta. Ini sekadar hobi dan ritus melepas lelah. Selain itu, dia juga punya hobi memainkan cakram.Hobi seperti itu dia lakukan sejak muda. Bahkan, dia menemukan cintanya di lantai diskotik pula. Tepatnya pada 1987, ketika umurnya masih 19 tahun dan belum terlalu terkenal, Maldini pergi ke sebuah diskotik.

Darah mudanya berdesir ketika dia melihat seorang gadis semampai. Setelah berbasa-basi sebentar, akhirnya dia bisa berkenalan dengan gadis yang ternyata bernama Adriana Fossa itu. Gadis keturunan Venezuela yang juga model itu, belum lama berada di Milan yang memang terkenal Kota Mode. Dari suasana kaku, akhirnya mereka asyik mengobrol. Dan, sejak itu keduanya semakin akrab. Gaya hidup Maldini yang suka ke kafe dan diskotik itu ternyata membuahkan hasil paling berharga dalam hidupnya. Sebab, hubungannya dengan Adriana akhirnya berlanjut menjadi asmara. Bahkan, setahun kemudian dia akhirnya berhasil mencium Adriana untuk pertama kalinya.

Sejak sukses dalam asmara, Maldini juga semakin sukses sebagai pemain bola. Mereka kemudian hidup bersama, meski belum terikat pernikahan. Maldini mengajak Adriana tinggal di sebuah apartemen di Milan. Sebuah gaya hidup lain dari sepak bola Italia. Lima bulan setelah membawa Milan juara Liga Champions 1993-94, Maldini baru menikahi Adriana. Tepatnya pada Desember 1994.

Setelah menikah, Maldini memang makin jarang menjadi DJ. Dia lebih suka menghabiskan waktu dengan Adriana. Apalagi ketika anaknya lahir. Christian Maldini lahir pada 14 Juni 1996. Sedangkan Daniel Maldini lahir pada 12 Oktober 2001. Meski makin jarang menjadi DJ demi keluarga, bukan berarti Maldini tak punya hobi lain. Dia paling suka memasak di rumah. Itu menjadi salah satu kelebihan Maldini yang juga menjadi faktor kehangatan dalam keluarga. Saking suka memasak, naluri bisnisnya pun tak jauh-jauh dari dunia makanan. Bersama rekannya Christian Vieri, dia mendirikan rumah makan di Milan. Acara makan selalu menjadi saat menggairahkan bagi Maldini dan keluarganya. Bahkan, di meja perjamuan itu, dia punya kebiasaan yang menyegarkan bagi Adriana dan kedua anaknya. Maldini ternyata punya bakat melawak juga. Bakat itu biasanya dia keluarkan di meja makan. "Dia suka melucu, hingga kami sering dibuat tertawa. Tapi, tak ada masalah sepakbola yang dia bicarakan. Di meja makan, Maldini enggan menyinggung sepakbola," kata Adriana.

Gaya hidup khas Maldini lainnya adalah jins. Pria bertubuh atletis ini paling suka mengenakan jins. Bahkan, koleksinya cukup banyak, lebih dari 100 buah. Gaya seperti itu sangat disukai Adriana.

Ya itulah Maldini, potret loyalitas pesepakbola di era modern, bukan hanya pada klub, tetapi juga pada keluarga dan juga pada hobinya. Semoga kelak Christian Maldini mampu menjadi penerusnya di Milan kelak.

Source : http://bola.kompas.com/read/xml/2008/02/08/06330525/diskotik.dj.jins.dan.cinta.maldini

Selasa, 18 November 2008

Lirik OST Popolocrois (ED)

Nah ini dia lagu ending nya...


Kaze no mahou (The Mabic of Wind)
by : Ootou Fumi

kono sora no shita anata to aeta kiseki wa
kitto tooi mukashi kara kimatte ita koto

sou hitorikiri hiza o kakaete ta yoru mo
ima koushite mitsumeaeba chikara ni naru

sotto tsunai da yubisaki hanarenai youni
zutto issho ni arukou kyou kara no michi
toki no kaze ni nori oozora o watarou
yume no tobira e to tsuzuiteru niji o doko made mo

nee oboeteru hajimete no mijikai no kisu (kiss)
kogoete ita kono kokoro ga toke hajimeta

ashita shiawase ni nareru youne kanjiteru
ryoute ippai no kono ai o daite tabidatou

kaze wa deaiya wakareya todokanu omoii
atsumete hakobu yasashii mahou nanda ne

ima wa shinjiteru ummei ga aru koto
toki no kaze ni nori oozora o watarou
yume no tobira e to tsuzuiteru niji o doko made mo


Pendapat gw tentang lagu2 dari OST Popolocrois ini...
lembut, menenangkan, damai... bikin gw kaya dimanaaaaaaaaaaa gitu

Lirik OST Popolocrois (ED)

Lirik OST Popolocrois


Masih inget Popolocrois
yang ceritanya terdiri dari beberapa ras (manusia dan naga), salah satu kenangan masa muda dulu...
lengkapnya ada di sini

ini lirik lagu opening nya :


Natsu Kikyuu (Hot Air Balloon Summer)
by : Ootsuka Rie

ugokanai sora no shita de
kimi no mabataki ga mieta
hayaku maundo(mound) e agarou
kakikoori no youna ironna kimochi motte

dare yori mo jiyuu ni
yume mo tamerai mo
itsuka kimi no senaka ga
magaranai youni

doko made mo tsurete itte yo
natsu kikyuu notte

anna ni jikan o kakete
wakatta no wa kore e bocchi sa
kenka wa naguru dakejanai
kama ni kimi no youna yatsuni boimoshite mirusa

karafuru(colorful) na kikyuu kara
boku ga te o futteru
iki saki mo sorekara mo
wakaranai mama de

doko made mo tsurete itte yo
natsu kikyuu notte

mawari mawaru toki no naka de
nani mo matomo ni mienai
makete naite tachi mauru
kimi no hayasa ni tsuiteikou, nante

doko made mo tsurete itte yo
natsu kikyuu notte

doko made mo tsurete itte yo
natsu kikyuu notte



mari bernostalgia ^^
enjoy

Senin, 17 November 2008

Profil Hidayat Suryalaga

Hidayat Suryalaga, atau yang lebih kita kenal dengan panggilan Abah Surya, lahir di Ciamis 16 Januari enam puluh tujuh tahun silam. Menamatkan pendidikan SR pada tahun 1954, beliau kemudian melanjutkan pendidikannya ke tingkat SGA dan kemudian lulus pada tahun 1961, setelah itu beliau pun melanjutkan pendidikianya ke FKIP (sekarang UPI,red) hingga Tingkat III, pada akhirnya beliau menyelesaikan pendidikan formal nya di FS Unpad pada 1986. Di antara masa pendidikannya, beliau sempat menjadi guru SR/SD pada 1958-1966, guru SMP (1978-1980), guru SMA (1980-1984). Setelah lulus kuliah beliau menjadi dosen FS Unpad (1986-1998), juga dosen UNPAS (1992-2001).

Selain dikenal sebagai pengajar, beliau juga termasuk penulis yang produktif dalam berkarya. Karya-karyanya antara lain berupa tiga puluh enam judul naskah drama sunda, diantaranya Tonggeret Banen (1967) dan Tukang Asahan (1978), yang semuanya telah dipentaskan oleh Teater Kiwari yang didirikan Abah Surya pada ahun 1975. Selain naskah drama, beliau pun menulis naskah gamelan, puisi, dan sajak sunda. Di bidang bahasa, beliau menulis buku pelajaran bahasa sunda untuk tingkat SMP, ada juga bukunya yang berisi bahan pelajaran seperti, Etika sarta Tatakrama (1994), Wulang Krama (5 jilid, 1994), Gending Karesmen & Dramaturgi (1995), Kiat Menjadi MC Upacara Adat Sunda (1996), Rineka Budaya Sunda dan Lutung Kasarung (1984). Tidak hanya itu saja, beliau pun memneghasilkan karya Nur Hidayah berupa sari tilawah Al-Qur'an dengan bahasa Sunda pada Wangun Pupuh yang dikerjakan selama 15 tahun (1981-1996).

Sebagai bentuk totalitas, Abah Surya pun aktif dalam keorganisasian, diantaranya yaitu :
0 Redaktur Surat Kabar Kudjang (1966-1978)
0 Pendiri dan Penasehat Teater Kiwari (1975-.....)
0 Penasehat Yayasan Nur Hidayah (1992-....)
0 Ketua Lembaga Kebudayaan UNPAS (1992-2000)
0 Ketua Daya Sunda (1994-....)
0 Ketua YAS (1996-1998)
0 Pengurus LBSS (2000-2005)
0 Staff Ahli kebudayaan UNPAS
0 Pengurus Yayasan Daya Budaya Pasundan (2001-2004)
0 Panaséhat Padépokan Penca Daya Sunda dan DAMAS


Mari mencontoh Abah Surya !!!




Referensi :
0 Ajip Rosidi, Apa dan Siapa Orang Sunda, Kiblat Buku Utama, Jakarta, 2003
0 http://su.wikipedia.org/wiki/Hidayat_Suryalaga

Kamis, 13 November 2008

Obama dan Indonesia

Saat Obama resmi terpilih jadi Presiden Indonesia beberapa hari yang lalu, seluruh dunia meyambutnya. Tak terkecuali di Indonesia. Jika dunia menyambut Obama karena mungkin mereka lega dengan pembaharuan di Amerika setelah era Presiden angkatan perang Vietnam, saya ngga ngerti apa yang dirayakan oleh rakyat Indonesia. Terlebih lagi perayaan di Indonesia justru lebih meriah daripada perayaan di negeri Obama sendiri. Euforia yang tidak jelas sepertinya, apa karena Barry Soetoro pernah hidup, makan, belajar, dan bersosialisasi di Indonesia. Ya kalo memang begitu selamat lah !

Saya sendiri memperkirakan kebijakan politik Obama ga bakal berpengaruh banyak untuk Indonesia, mengingat Obama sendiri g punya ikatan yang lebih kuat daripada sekedar pernah tinggal di Indonesia. Hmph, Indonesia memang negeri yang aneh, ntah apa.

Sabtu, 08 November 2008

17 Pupuh Sunda

Pupuh teh mangrupa ugeran (puisi) nu kauger ku guru wilangan jeung guru lagu. Guru wilangan nyaeta patokan jumlah padalisan (baris) dina unggal pada (bait) sarta lobana engang (suku kata/vokal) dina unggal padalisan. Guru lagu nyaeta patokan sora vokal dina tungtung unggal padalisan (dang-ding-dung-na sora vokal dina engang panungtung).

Pupuh Sunda kabehna aya tujuh belas. Aya nu kaasup sekar ageung (wanda laguna rupa-rupa) nyaeta Kinanti, Sinom, Asmarandana, jeung Dangdanggula (mindeng disingget jadi KSAD), sarta sekar alit (wanda laguna ngan sarupa) nyaeta Balakbak, Durma, Gambuh, Gurisa, Jurudemung, Lambang, Ladrang, Magatru, Maskumambang, Mijil, Pangkur, Pucung, jeung Wirangrong. Unggal ieu Pupuh teh miboga ugeran guru wilangan jeung guru lagu sarta watek sewang-sewangan, saperti anu dijentrekeun ieu di handap -Santri Kodok.

1. Asmarandana. Pupuh Asmarandana dina sapadana diwangun ku tujuh padalisan. Watekna silih asih, silih pikanyaah, nasehat atawa mepelingan. Guru lagu jeung guru wilangana: 8-i, 8-a, 8-e, 8-a, 7-a, 8-u, 8-a. Contona:

eling-eling mangka eling (guru wilangan = 8, guru lagu = i)
rumingkang di bumi alam (8-a)
darma wawayangan bae (8-e)
raga taya pangawasa (8-a)
lamun kasasar lampah (7-a)
nafsu nu matak kaduhung (8-u)
badan anu katempuhan (8-a)

2. Balakbak. Pupuh Balakbak dina sapadana diwangun ku tilu padalisan. Watekna pikaseurieun atawa lulucon. Guru lagu jeung guru wilangana: 15-E, 15-E, 19-E. Contona:

Aya warung sisi jalan rame pisan - Citameng (15-e)
Awewena luas-luis geulis pisan - ngagoreng (15-e)
Lalakina lalakina los ka pipir nyoo monyet - nyanggereng (19-e)

3. Dangdanggula. Pupuh Dangdanggula dina sapadana diwangun ku sapuluh padalisan. Watekna kabungahan atawa kaagungan. Guru lagu jeung guru wilangana: 10-i, 10-a, 8-e/o, 7-u, 9-i, 7a-, 6-u, 8-a, 12-i, 7-a. Contona:

Laut Kidul kabeh katingali (10-i)
ngembat paul kawas dina gambar (10-a)
ari et ka tebeh kaler (8-e)
Batawi ngarunggunuk (7-u)
lautna mah teu katingali (9-i)
ukur lebah-lebahna (7-a)
semu-semu biru (6-u)
ari ret ka tebeh wetan (8-a)
gunung gede jiga nu ngajakan balik (12-i)
meh bae kapiuhan (7-a)

4. Durma. Pupuh Durma dina sapadana diwangun ku tujuh padalisan. Watekna ngambek, pasea, gelut, atawa perang. Guru lagu jeung guru wilangana: 12-a, 7-i, 6-a, 7-a, 7-i, 5-a, 7-i. Contona:

Mundur mapag balad Pandawa teu tahan (12-a)
barisan beuki ipis (7-i)
digempur Kurawa (6-a)
Senapatina Karna (7-a)
sakti manggulang-mangguling (8-i)
hese pantarna (5-a)
moal aya nu nanding (7-i)

5. Gambuh. Pupuh Gambuh dina sapadana diwangun ku lima padalisan. Watekna bingung, samar polah, tambuh laku. Guru lagu jeung guru wilangana nyaeta 7-u, 10-u, 12-I, 8-u, 8-o. Contona:

Ngahuleng beungeut bingung (7-u)
henteu terang ka mana ngajugjug (10-u)
turug-turug harita teh enggeus burit (12-i)
panon poe geus rek surup (8-u)
keueung sieun aya meong (8-o)

6. Gurisa. Pupuh Gurisa dina sapadana diwangun ku dalapan padalisan. Watekna pangangguran, tamba kesel, pikalucueun. Guru lagu jeung guru wilangana nyaeta 8-a, 8-a, 8-a, 8-a, 8-a, 8-a, 8-a, 8-a. Contona:

Hayang teuing geura beurang (8-a)
geus beurang rek ka Sumedang (8-a)
nagih anu boga hutang (8-a)
mun meunang rek meuli soang (8-a)
tapi najan henteu meunang (8-a)
teu rek buru buru mulang (8-a)
rek tuluy guguru nembang (8-a)
jeung diajar nabeuh gambang (8-a)

7. Jurudemung. Pupuh Jurudemung dina sapadana diwangun ku lima padalisan. Watekna kaprihatinan, kaduhung, atawa hanjakal. Guru lagu jeung guru wilangana nyaeta 8-a, 8-u, 6-I, 8-a, 8-u. Contona:

Badan nu katempuhan (8-a)
da bongan ngalajur nafsu (8-u)
peurihna kapanggih (6-i)
rek bongan bongan ka saha (8-a)
ayeuna bati kaduhung (8-u)

8. Kinanti. Pupuh Kinanti dina sapadana diwangun ku genep padalisan. Watekna miharep atawa prihatin. Anapon guru lagu jeung guru wilangana nyaeta: 8-u, 8-i, 8-a, 8-i, 8-a, 8-i. Contona:

kembang ros ku matak lucu (8-u)
nya alus rupa nya seungit (8-i)
henteu aya papadana (8-a)
ratuning kembang sajati (8-i)
papaes di patamanan (8-a)
seungit manis ngadalingding (8-i)

9. Ladrang. Pupuh Ladrang dina sapadana diwangun ku opat padalisan. Watekna banyol atawa pikaseurieun. Guru lagu jeung guru wilangana nyaeta 10-I, 8-a, 8-I, 12-a. Contona:

Aki Dartam leumpangna ngagidig (10-i)
gancang pisan, gancang pisan (8-a)
bari aya nu dijingjing (8-i)
mawa kisa eusina ucing anakan (12-a)

10. Lambang. Pupuh Lambang dina sapadana diwangun ku opat padalisan. Watekna banyol atawa pikaseurieun. Guru lagu jeung guru wilangana nyaeta 8-a, 8-a, 8-a, 8-a. Contona:

Nawu kubang sisi tegal (8-a)
nyair bogo meunang kadal (8-a)
atuh teu payu dijual (8-a)
rek didahar da teu halal (8-a)

11. Magatru. Pupuh Magatru dina sapadana diwangun ku lima padalisan. Watekna piwuruk, prihatin sarta kalucuan. Guru lagu jeung guru wilangana nyaeta 12-u, 8-i, 8-u, 8-I, 8-o. Contona:

Mun sumuhun ieu teh namina curuk (12-u)
nu alit namina cingir (8-i)
anu panjang mah jajangkung (8-u)
gigireunana jariji (8-i)
anu pangageungna jempol (8-o)

12. Maskumambang. Pupuh Maskumambang dina sapadana diwangun ku opat padalisan. Watekna prihatin, sasambat, atawa nalangsa. Guru lagu jeung guru wilangana: 12-i, 6-a, 8-i, 8-a. Contona:

Jalma kedul mumul ditambah jejerih (12-i)
ulah ngarep senang (6-a)
sabab mungguhing rejeki (8-i)
tara datang teu disiar (8-a)

13. Mijil. Pupuh Mijil dina sapadana diwangun ku genep padalisan. Watekna susah, sedih, cilaka, tiiseun, atawa jempling. Guru lagu jeung guru wilangana: 10-i, 6-o, 10-e, 10-i, 6-i, 6-u. Contona:

Beurang peuting tambah cape ati (10-i)
jeung tambah rampohpoy (6-o)
wungkul inget ka kabogoh wae10-e)
mugi aya kadar panggih deui (10-i)
mun teu panggih deui (6-i)
anggur pondok umur (6-u)

14. Pangkur. Pupuh Pangkur dina sapadana diwangun ku tujuh padalisan. Watekna lumampah, napsu, sadia rek perang. Guru lagu jeung guru wilangana: 8a, 11-i, 8-u, 7-a, 12-u, 8-a, 8-a. Contona:

Seja nyaba ngalalana (8-a)
ngitung lembur ngajajah milang kori (12-i)
henteu puguh nu dijugjug (8-u)
balik paman sadaya (7-a)
nu ti mana tiluan semu rarusuh (12-u)
Lurah Begal ngawalonan (8-a)
Aing ngaran Jayapati (8-i)

15. Pucung. Pupuh Pucung dina sapadana diwangun ku opat padalisan. Watekna piwuruk, wawaran, kaget, atawa eling. Guru lagu jeung guru wilangana: 12-u, 6-a, 8-e/o, 12-a. Contona:

estu untung nu bisa mupunjung indung (12-u)
jeung nyenangkeun bapa (6-a)
tanda yen bagjana gede (8-e)
hirup mulus kaseundeuhan ku berekah (12-a)

16. Sinom. Pupuh Sinom dina sapadana diwangun ku salapan padalisan. Watekna gumbira. Guru lagu jeung guru wilangana: 8-a, 8-i, 8-a, 8-i, 7-i, 8-u, 7-a, 8-i, 12-a. Contona:

Di wetan fajar balebat (8-a)
panon poe arek bijil (8-i)
sinarna ruhay burahay (8-a)
kingkilaban beureum kuning (8-i)
campur wungu saeutik (7-i)
kaselapan semu biru (8-u)
tanda Batara Surya (7-a)
bade lumungsur ka bumi (8-a)
murub mubyar langit sarwa hurung herang (12-a)

17. Wirangrong. Pupuh Wirangrong dina sapadana diwangun ku genep padalisan. Watekna kawirang, kaeraan, karugian, kaapesan. Guru lagu jeung guru wilangana nyaeta 8-I, 8-o, 8-u, 8-I, 8-a, 8-a. Contona:

Jalma nu resep ngaluis (8-i)
lumrahna resep ngaleos (8-o)
ngan pacuan resep ngusut (8-u)
komo mun resep ngarujit (8-i)
teu aya batan basajan (8-a)
sagala sigar tengahan (8-a)

Kamis, 06 November 2008

Pabuntelan Tinggal Sepetak Lahan Penuh Ilalang

Sejarah Bandung adalah sejarah Tatar Ukur. Keduanya memiliki hubungan historis amat dalam dan sulit dilepaskan. Kini, 376 tahun setelah Ukur dihancurkan Susuhunan Agung Mataram, atau 198 tahun sejak Kota Bandung didirikan, episode Ukur habis, tandas, nyaris tanpa jejak penanda. POHON beringin kembar besar itu tegak kokoh berdiri di ketinggian bukit penuh semak alang-alang. Kiri kanannya lebak-lebak menghijau hamparan sawah. Sebongkah batu kali menancap tanah di kaki pohon ki meong yang akarnya belit-membelit.

Konon, di bawah batu kali itu pernah ditanam aneka pusaka dan perabotan dari zaman Dipati Ukur. Begitulah rupa Pabuntelan. Bekas ibu kota Ukur itu kini tak lebih sepetak tanah, yang orang-orang kampung sekitar mengenalinya hanya sebatas bekas makam keramat.

Camli (61), penduduk Kampung Cipatat, permukiman kecil di bawah kaki bukit Pabuntelan, celingukan saat ditanya benarkah tempat itu pernah menjadi pusat pemerintahan Adipati Ukur.

"Makam, dari dulu orang sini taunya gitu. Ini makam keramat," kata Camli kepada wartawan koran ini dua pekan lalu. Anehnya, tak ada jajaran nisan, pohon kamboja, atau tanaman puring yang biasa terlihat di areal pemakaman umumnya.

Selain dua pohon beringin (caringin) kembar yang besar dan teduh, pohon ki meong, dan semak belukar, Pabuntelan kini hanya jadi tempat transit para petani, pencari kayu bakar (suluh) di hutan Perhutani lereng utara kawasan Gunung Kolotok.

Namun Ayi Rukmana (54), orang asli kelahiran Pabuntelan, punya cerita sedikit lebih banyak daripada Camli. Termasuk legenda sebuah makam misterius di lereng gunung jauh di belakang Pabuntelan yang disebut Padaleman dan Pasir Ipis.

"Konon di bawah batu itu ditanam perabot dari zaman Dipati Ukur," kata Ayi sembari menunjuk batu hitam di kaki pohon ki meong. Ayi dan keluarga sejak pecah gerakan DI/TII tahun 1954 menyingkir ke kampung nun jauh di bawah Pabuntelan.

Dalam disertasinya yang dibukukan, Cerita Dipati Ukur: Karya Sastra Sejarah Sunda, almarhum Prof Dr Edi Suhardi Ekadjati mengutip Preanger Schetsen, laporan kunjungan P de Roo de La Faille, seorang Belanda calon kontrolir di afdeeling Cicalengka.

Nama Pabuntelan disebut karena La Faille dalam kunjungannya ke distrik Cipeujeuh dan sekitarnya sekitar awal tahun 1894 memperoleh bahan dan informasi tentang berbagai peninggalan sejarah terkait Dipati Ukur di tempat tersebut.

Pabuntelan terletak di perbatasan distrik Cipeujeuh dan Banjaran. Edi S Ekadjati dan timnya saat riset untuk disertasinya pada tahun 1976 pernah mengunjungi tempat tersebut, dan masih melihat sisa-sisa peninggalan sejarah Dipati Ukur.

Yang disaksikan pada tahun itu berupa makam kecil, pohon beringin yang tinggi, sebidang tanah berbentuk persegi yang dipagar bambu, sebuah lingga batu, sebuah batu bundar, dan beberapa buah pohon paku haji.

Pabuntelan kini hanya sebuah petak kecil lahan tak terurus di bukit kecil yang masuk wilayah administratif Desa Mekarjaya. Tak ada permukiman besar di sekitarnya, kecuali empat rumah panggung di sisi belakang bukit Pabuntelan, milik orang tua Ayi Rukmana.

Tiga dari empat rumah itu pun kini tak berpenghuni, hanya dijadikan tempat menimbun hasil sawah ladang. Salah satu rumah masih ditinggali ibu Ayi Rukmana, tapi hanya di siang hari. Malamnya perempuan tua itu akan turun ke Kampung Cipatat, tidur di rumah anak-anaknya.

Dulu wilayah tempat Pabuntelan berada ini merupakan bagian dari Desa Tenjonegara. Nama desa ini sudah jarang digunakan. "Tenjonegara, oh, eta mah nama zaman baheula. Sekarang sudah dipecah jadi Mekarjaya dan Mekarsari," kata Ayi Rukmana.

Meski sudah jarang digunakan, menemukan Pabuntelan di Tenjonegara tidaklah terlalu sulit. Tempat ini letaknya sekitar 20 kilometer arah tenggara Kota Bandung. Dari alun-
alun Ciparay, rutenya melewati jalan raya Pacet. Jalanan hingga ke bukit Pabuntelan sudah teraspal baik.

Sesudah melewati sebuah SPBU di kanan jalan raya Pacet di Cipeujeuh, belok kanan ke arah Desa Mekarjaya. Dari jalan raya Ciparay-Pacet, jarak ke Pabuntelan lebih kurang lima kilometer lewat jalan naik turun.

"Oh ya, memang ada Pabuntelan. Belok kanan ke Desa Mekarjaya, lalu ke kiri ke arah Pabuntelan. Tanya saja di sana, sudah pada tahu," kata seorang warga di tepi jalan Cipeujeuh. Tempat ini sekarang memang sudah tidak bisa bercerita apa-apa.

Kontras dengan situs-situs purbakala di Trowulan, bekas pusat kerajaan Majapahit. Atau Pajang, Kotagede, Kerta, Plered, Kartasura, bekas-bekas ibu kota Mataram dari era yang lebih muda.

Sejarah Ukur dan Adipati Ukur yang tumpas di tangan kekuasaan Mataram pada tahun 1632 Masehi hanya meninggalkan historiografi tradisional dengan banyak versi. Ada kisah-kisah yang terputus sementara jalinan sejarah Ukur dengan Bandung nyaris tak terbantahkan.

Anak muda Bandung zaman sekarang pun jika ditanya soal Dipati Ukur umumnya hanya ingat sebuah nama jalan yang membentang di depan kampus pusat Universitas Padjadjaran. Jalan Dipati Ukur, atau kadang disingkat "DU" saja.

Itu baru nama saja. Coba tanya tentang apa siapa Adipati Ukur. Perlu waktu banyak untuk menjelaskannya, sekalipun oleh mereka yang cukup melek sejarah. Sejarah Adipati Ukur memang kurang begitu mendapatkan tempat layak.

Padahal dia termasuk tokoh besar, satu dari segelintir pemimpin Sunda yang dengan beraninya menentang Mataram, ketika kekuasaan atas bumi Jawa begitu perkasa mengumpul jadi satu di tangan Susuhunan Agung Hanyokrokusumo.

Eranya terhenti di puncak Gunung Lumbung, Cililin. Balatentara Mataram dibantu orang-orang Priangan timur pada kira-kira tahun 1632 menggilas Adipati Ukur dan pengikutnya tanpa ampun.